Daftar 5 Akun Instagram Pelaku Bullying Timothy Ternyata ada yang Berprofesi Sebagai Dokter

Daftar 5 Akun Instagram Pelaku Bullying Timothy Ternyata ada yang Berprofesi Sebagai Dokter

Timothy-Instagram-

Seruan untuk Bertanggung Jawab
Pengelola akun @unudmenfess tidak tinggal diam. Dalam cuitannya, ia menyerukan agar para pelaku segera meminta maaf secara terbuka:
“Ilmu politik angkatan 23 apologize right now! Jangan berlindung di balik gawai kalian, muncul, dan tanggung jawab!”

Seruan ini bukan hanya soal permintaan maaf—tapi tentang akuntabilitas moral. Di era digital, setiap kata yang diketik bisa menjadi jejak abadi. Dan dalam kasus ini, jejak itu adalah bukti kekejaman yang tak bisa dihapus begitu saja.



Masyarakat Menuntut Intervensi Institusional
Banyak pihak kini menuntut Universitas Udayana untuk mengambil tindakan tegas. Apakah cukup dengan teguran? Atau apakah institusi pendidikan harus mulai mempertimbangkan sanksi akademik bagi pelaku bullying—terlebih yang melibatkan penghinaan terhadap korban bunuh diri?

Baca juga: NO SENSOR! Video CCTV Timothy Anugerah Saputra Viral di Medsos: Asli atau Hoaks? Ini Fakta Terkini Kasus Tragis Mahasiswa Udayana

Pakar psikologi sosial dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Lina Marwati, menyatakan bahwa “bullying pasca-kematian” adalah bentuk kekerasan psikologis yang sangat langka namun ekstrem. “Ini menunjukkan adanya gangguan empati kolektif. Kampus harus segera melakukan intervensi psikososial, bukan hanya untuk korban, tapi juga untuk pelaku dan saksi,” ujarnya dalam wawancara terpisah.


Pelajaran Pahit untuk Generasi Digital
Kasus Timothy bukan hanya soal satu nyawa yang hilang. Ia adalah cermin dari krisis nilai di tengah kemajuan teknologi. Saat media sosial menjadi ruang tanpa batas, batas moral justru semakin kabur. Generasi muda—yang seharusnya menjadi agen perubahan—malah terjebak dalam budaya toxic yang merusak solidaritas sosial.

Namun, di balik kegelapan ini, ada harapan. Kemarahan publik menunjukkan bahwa masyarakat masih peduli. Mereka menolak normalisasi kekejaman. Mereka menuntut agar kemanusiaan tetap ditempatkan di atas segalanya—bahkan di balik layar ponsel.

TAG:
Sumber:

l3

Berita Lainnya