Keracunan Massal di Bandung Barat: Bacillus cereus dan Salmonella Jadi Dalang di Balik Tragedi 1.333 Siswa
Rumah Sakit--
Keracunan Massal di Bandung Barat: Bacillus cereus dan Salmonella Jadi Dalang di Balik Tragedi 1.333 Siswa
Tragedi keracunan massal yang menimpa 1.333 siswa penerima program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat akhirnya menemui titik terang. Setelah proses investigasi intensif oleh Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Jawa Barat, penyebab utama keracunan tersebut berhasil diidentifikasi: dua jenis bakteri berbahaya, yaitu Bacillus cereus dan Salmonella, ditemukan dalam sampel makanan MBG yang dikonsumsi para korban.
Temuan ini menjadi peringatan keras bagi seluruh pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan program pangan publik, khususnya yang menyasar anak-anak usia sekolah. Pasalnya, kegagalan dalam menjaga keamanan pangan dapat berdampak serius terhadap kesehatan ribuan jiwa dalam waktu singkat.
Bakteri Jahat dalam Makanan Sekolah
Dalam keterangan resminya kepada awak media, dr. Ryan Bayusantika Ristandi, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat, menjelaskan bahwa hasil uji laboratorium menunjukkan adanya kontaminasi bakteri pembusuk pada komponen karbohidrat dalam menu MBG.
“Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk, yakni Salmonella dan Bacillus cereus, yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” ungkap Ryan, sebagaimana dilansir Antara, Minggu (28/9/2025).
Lebih lanjut, ia menyoroti salah satu faktor kritis yang memicu kontaminasi: rentang waktu antara penyiapan dan penyajian makanan yang terlalu lama. Kondisi ini menciptakan lingkungan ideal bagi bakteri untuk berkembang biak secara eksponensial, terutama jika makanan tidak disimpan dalam suhu aman.
Mengenal Bacillus cereus: Si 'Siluman' dalam Nasi dan Lauk
Lalu, siapa sebenarnya Bacillus cereus ini? Mengapa bakteri ini bisa menyebabkan keracunan massal?
Menurut laman Prodiaohi.co.id, Bacillus cereus adalah bakteri Gram-positif yang umum ditemukan di tanah, debu, dan berbagai jenis bahan pangan. Yang membuatnya berbahaya adalah kemampuannya membentuk spora—struktur tahan banting yang bisa bertahan dalam kondisi ekstrem seperti suhu tinggi (bahkan setelah proses pemasakan), suhu dingin ekstrem, hingga kekeringan.
Bakteri ini sering mengontaminasi makanan seperti nasi, daging, susu, keju, sayuran, dan makanan siap saji. Ironisnya, makanan yang tampak dan berbau normal pun bisa saja mengandung toksin berbahaya dari B. cereus jika tidak ditangani dengan higiene yang tepat.
Dua Jenis Toksin, Dua Jenis Gejala
Salah satu ciri khas Bacillus cereus adalah kemampuannya menghasilkan dua jenis toksin utama, masing-masing menyebabkan gejala yang berbeda:
Toksin Cereulide – Diproduksi saat bakteri tumbuh di makanan yang disimpan dalam suhu ruang (misalnya nasi yang dibiarkan berjam-jam setelah dimasak). Toksin ini tahan panas dan tidak rusak meski makanan dipanaskan ulang. Gejalanya muncul cepat, dalam 1–6 jam setelah konsumsi, berupa mual hebat dan muntah-muntah, mirip keracunan staphylococcal.
Toksin Hemolitik (Enterotoksin) – Dihasilkan saat bakteri berkembang biak di usus setelah makanan terkontaminasi dikonsumsi. Gejalanya muncul lebih lambat, sekitar 6–15 jam, dan ditandai dengan diare berair, kram perut, dan nyeri perut yang bisa berlangsung hingga 24 jam.
Dalam kasus Bandung Barat, kombinasi kedua toksin ini—ditambah kehadiran Salmonella—diduga memperparah kondisi para korban, terutama anak-anak yang sistem imunnya belum sepenuhnya matang.