Ahmad Sahroni Beri Sambutan Virtual di Munas IMI X 2025: Menghindar dari Sorotan Publik atau Strategi Bijak?

Sahroni-Instagram-
“Seorang pejabat publik, apalagi anggota legislatif, seharusnya hadir di tengah krisis kepercayaan. Bukan malah menghilang,” ujar Dr. Lina Mariani, pakar komunikasi politik dari Universitas Gadjah Mada, saat dihubungi redaksi. “Kehadiran fisik, bahkan hanya untuk meminta maaf atau mendengarkan keluhan, jauh lebih bernilai daripada sambutan virtual yang terkesan formal dan dingin.”
IMI dan Konteks Politik: Apa Hubungannya?
Ikatan Motor Indonesia (IMI) bukan sekadar organisasi olahraga. Di bawah naungan KONI dan pengaruh politik yang kuat, IMI kerap menjadi ajang pertemuan elit, sponsor korporat, dan tentu saja, para politisi yang ingin menunjukkan dukungan terhadap dunia otomotif nasional — yang notabene memiliki basis massa besar dan daya tarik ekonomi tinggi.
Kehadiran Sahroni, meski virtual, menunjukkan bahwa ia masih ingin menjaga hubungan dengan konstituen non-tradisional: komunitas otomotif, pelaku industri balap, hingga penggemar motorsport. Namun, pertanyaannya: apakah strategi ini efektif jika citra publiknya sedang terpuruk?
Publik Menunggu Langkah Nyata, Bukan Sekadar Kata-kata
Sahroni memang punya hak untuk menjaga privasi dan keamanan pribadi pasca-insiden penjarahan. Namun, sebagai wakil rakyat, ia juga punya kewajiban moral untuk hadir, mendengar, dan merespons aspirasi publik — terutama saat kepercayaan sedang goyah.
Sambutan virtual di Munas IMI 2025 bisa jadi langkah pertama untuk kembali muncul di permukaan. Tapi publik jelas menunggu lebih dari itu: permintaan maaf yang tulus, rencana konkret untuk memperbaiki citra, dan yang terpenting — kehadiran fisik di tengah masyarakat yang marah dan kecewa.