Profil Tampang Adfan Sosok Pembunuh Nisa Nur Hafizah Bocah 4 Tahun yang Ditemukan Tewas di Dalam Karung, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun IG

Nisa-Instagram-
Profil Tampang Adfan Sosok Pembunuh Nisa Nur Hafizah Bocah 4 Tahun yang Ditemukan Tewas di Dalam Karung, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun IG
Tragedi Di Balik Tawa Anak: Kasus Pembunuhan NNH, Bocah 4 Tahun di Konsel yang Mengguncang Indonesia
Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara — Sebuah duka mendalam menghantam desa kecil di Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Seorang bocah perempuan berusia empat tahun, bernama NNH (Nisa Nur Hafizah), menjadi korban kekejaman yang tak terbayangkan: dilecehkan secara seksual, dibunuh, lalu dibuang dalam karung seperti sampah—semua dilakukan oleh seseorang yang tinggal persis di sebelah rumahnya.
Kehilangan seorang anak adalah penderitaan terberat bagi orang tua. Tapi ketika kematian itu disertai kebrutalan, kejiwaan yang terdistorsi, dan pengkhianatan dari orang terdekat, maka duka itu berubah menjadi gempa sosial yang mengguncang hati seluruh bangsa.
Anak yang Polos, Dunia yang Kejam
NNH dikenal sebagai anak yang ceria, polos, dan penuh tawa. Setiap sore, ia berlari-lari di belakang rumahnya bersama teman-teman sebaya, bermain petak umpet, mengejar kupu-kupu, atau sekadar berteriak-teriak meminta es lilin dari pedagang keliling. Ia tak pernah tahu bahwa dunia bisa begitu kejam pada yang tak bersalah.
Pada suatu sore yang biasa saja, NNH pergi bermain seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada yang menyangka ini akan menjadi pertemuan terakhirnya dengan dunia. Saat malam tiba, ia tidak pulang. Orang tuanya mulai cemas. Mereka mencarinya ke rumah tetangga, ke halaman sekolah, ke warung-warung dekat jalan raya. Tapi tak ada jejaknya.
Dua hari berlalu. Pencarian intensif dilakukan. Warga desa turun tangan. Tim SAR dari BPBD, relawan, bahkan para ibu-ibu PKK ikut serta. Mereka membawa obor, membentangkan peta, dan berteriak memanggil nama “Nisa!” di tengah hutan kecil yang mengelilingi permukiman mereka.
Tapi jawaban yang diterima bukanlah tawa kecil yang biasa, melainkan sunyi yang mencekam.
Jasad Ditemukan di Karung Putih: Sebuah Petanda yang Menyakitkan
Pada hari ketiga, sebuah kabar yang memecah hati tersebar: tubuh NNH ditemukan terbungkus dalam karung putih besar, tersembunyi di balik semak-semak lebat di kebun kosong, hanya berjarak kurang dari 200 meter dari rumahnya. Karung itu robek di satu sisi, memperlihatkan wajah kecil yang sudah tak lagi tersenyum.
Ibu NNH pingsan saat melihat jenazah putrinya. Ayahnya berteriak histeris, memukul-mukul tanah, menangis tak terbendung. “Dia cuma mau main… kenapa? Kenapa harus dia?” ucap sang ayah, suaranya serak, mata merah membara.
Polisi segera datang. Jasad NNH dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk otopsi forensik. Hasilnya? Sangat mengerikan. Luka-luka kekerasan, tanda-tanda pelecehan seksual, dan trauma yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Pelaku Terungkap: Tetangga yang Berwajah Baik
Dalam waktu singkat, aparat Polres Konawe Selatan bekerja cepat. Mereka menggunakan anjing pelacak yang dilatih khusus untuk melacak aroma manusia. Anjing itu mengikuti jejak baju yang dikenakan NNH saat terakhir kali terlihat—dan mengarahkan petugas ke sebuah rumah papan kecil, berdinding kayu reyot, tepat di sebelah rumah korban.
Di dalam rumah itulah, seorang pemuda berusia 21 tahun, bernama Adfan, diamankan. Awalnya ia tampak tenang, bahkan sempat ikut dalam pencarian bersama warga. Tapi ketika ditanya, ia gemetar. Dan setelah interogasi berulang, ia akhirnya mengaku.
“Saya… saya tidak sengaja,” ucap Adfan, suaranya hampir tak terdengar. Tapi kata-kata itu tak cukup untuk memaafkan.
Menurut Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Sam, pelaku mengaku telah melakukan tindakan asusila terhadap NNH saat ia sedang bermain sendirian di belakang rumah. Ketika korban menangis dan berusaha melawan, Adfan panik. Ia kemudian memukul kepala NNH berkali-kali hingga tewas.
“Motif awal adalah pelecehan seksual. Pelaku mengaku ingin ‘menghindari kecurigaan’ jika korban memberitahu orang tuanya. Jadi ia memutuskan untuk membunuhnya,” ungkap Kasat Reskrim AKP La Ode Muhammad Jefri.
Koper Gagal, Karung Jadi Solusi Kekejaman
Setelah membunuh, Adfan berpikir cara menyembunyikan jasad. Ia membawa tubuh NNH ke dalam sebuah koper tua yang ia simpan di gudang. Tapi koper itu terlalu kecil. Tubuh bayi empat tahun tak muat sepenuhnya. Akhirnya, ia memilih karung goni putih—karung yang biasa digunakan untuk menyimpan beras atau pupuk.
Dengan darah masih menempel di tangannya, Adfan mengangkat tubuh NNH, memasukkannya ke dalam karung, lalu menggendongnya berjalan kaki menuju hutan kecil di Desa Tolu Wonua, Kecamatan Mowila. Di sana, ia mengubur karung itu di balik semak-semak, menutupinya dengan daun kering dan tanah tipis.
Ia yakin tidak ada yang akan menemukannya.
Pelaku Ikut Mencari Korban: Aksi Kamuflase yang Mengerikan
Yang paling menggemparkan adalah fakta bahwa Adfan ternyata aktif berpartisipasi dalam pencarian NNH bersama warga. Bahkan, ia menjadi salah satu penunjuk arah.
“Dia bilang, ‘Coba cari ke kanan, saya lihat ada mainan di situ.’ Padahal, jenazahnya justru di kiri jalan raya,” kata seorang warga yang ikut mencari.
Adfan sengaja menggiring pencari ke arah yang salah. Ia berpura-pura khawatir, ikut bertanya, bahkan menangis bersama keluarga korban. Ia bahkan meminta maaf kepada ibu NNH: “Maaf Bu, saya ikut cari, tapi nggak nemu.”
Itu semua adalah akting brilian dari seorang pembunuh yang sadar dirinya bisa dicurigai. Ia bermain psikologis—memanfaatkan rasa percaya warga, kepolosan masyarakat, dan kelemahan sistem pengawasan di daerah pedesaan.
Hubungan Keluarga: Tragedi yang Lebih Menyakitkan
Fakta paling memilukan datang dari Kanit Intel Kapolsek Mowila, Gusti. Ia mengungkapkan bahwa NNH dan Adfan bukan sekadar tetangga biasa.
“Mereka adalah kerabat dekat,” ujar Gusti, dengan nada berat.
Meski belum mengungkap hubungan kekerabatan secara resmi karena proses hukum masih berjalan, sumber internal kepolisian mengatakan bahwa Adfan adalah anak saudara ipar dari ibu NNH. Artinya, ia adalah sepupu jauh dari korban—seseorang yang seharusnya dilindungi, dijaga, dan dipercaya oleh keluarga.
Bayangkan: seorang anak bermain di halaman rumah, lalu dibunuh oleh kerabat yang sering berpamitan, salam-salaman, bahkan kadang memberinya permen. Ini bukan sekadar pembunuhan. Ini adalah pengkhianatan terhadap ikatan darah, kepercayaan, dan norma dasar kemanusiaan.
Dampak Sosial: Trauma yang Meluas
Kasus ini bukan hanya soal satu nyawa yang hilang. Ini adalah trauma kolektif bagi masyarakat Konsel, khususnya di wilayah pedesaan yang selama ini menganggap “tetangga baik” adalah tempat aman.
Orang tua sekarang tak lagi membiarkan anak-anak bermain sendiri. Sekolah-sekolah dasar di sekitar lokasi kejadian menggelar sosialisasi keamanan anak. Para guru mengajarkan murid-murid untuk tidak pergi bersama orang asing—bahkan jika mereka “kenal dekat”.
Di media sosial, tagar #JusticeForNNH dan #StopKekerasanPadaAnak menjadi viral. Ribuan orang membagikan foto NNH yang masih tersenyum, lengkap dengan kutipan: “Anak-anak bukan barang yang bisa dimainkan. Mereka adalah masa depan.”