Profil Tampang Khanifudin Anggota DPRD Kebumen yang Viral karena Dugaan Penculikan dan Penggelapan Sertifikat Tanah, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun IG

Khanifudin-Instagram-
Profil Tampang Khanifudin Anggota DPRD Kebumen yang Viral karena Dugaan Penculikan dan Penggelapan Sertifikat Tanah, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun IG
Kebumen, Jawa Tengah — Sebuah kasus kriminal yang menggabungkan kekuasaan politik, penipuan sistematis, dan kekerasan fisik kini menjadi sorotan nasional. Khanifudin, seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kebumen, tengah menjadi pusat perbincangan di media sosial setelah diduga terlibat dalam kasus penculikan dan penggelapan sertifikat tanah milik warga biasa.
Tidak seperti kasus korupsi biasa yang hanya melibatkan dokumen dan rekening bank, dugaan pelanggaran yang menimpa Khanifudin justru menyentuh ranah kemanusiaan: seorang pria tua, Sutaja (68), diculik pada malam hari, dipaksa menandatangani dokumen tanpa memahami isinya, lalu diberi uang sebagai “kompensasi” — sekaligus sebagai bentuk penyamaran atas tindakan kriminal yang dilakukan.
Viral di Twitter: Video Pengakuan Korban Menjadi Bukti Awal
Kasus ini pertama kali mencuat pada 15 September 2025 melalui unggahan akun Twitter @awesomeposted yang membagikan video rekaman eksklusif wawancara dengan Sutaja, korban utama. Dalam video berdurasi lebih dari 7 menit itu, Sutaja, seorang pensiunan guru honorer asal Kecamatan Ayah, Kebumen, terlihat gemetar saat menceritakan kembali kejadian mengerikan yang dialaminya.
“Saya dibawa paksa jam 12 malam,” ujar Sutaja dengan suara serak, mata berkaca-kaca. “Ada lima orang datang ke rumah saya. Mereka bilang mau ngobrol soal tanah. Tapi begitu saya keluar, langsung disuruh masuk mobil. Tidak ada pilihan. Saya tidak bisa menolak.”
Video tersebut kemudian menjadi viral dalam hitungan jam. Ribuan netizen membagikan ulang, ribuan komentar mempertanyakan: Bagaimana mungkin seorang anggota dewan bisa melakukan hal semacam ini? Apakah hukum tidak punya kuasa di Kebumen?
Penculikan, Paksaan, dan Penipuan Berlapis
Menurut kronologi yang diceritakan Sutaja, ia dibawa ke sebuah rumah kosong di wilayah Kebumen Timur. Di sana, ia dipaksa duduk di meja panjang, dihadapkan pada sejumlah dokumen tebal yang ditumpuk rapi. Di atasnya, tertulis “Surat Peralihan Hak Milik Tanah”.
“Mereka bilang, ‘Bapak tinggal tandatangani saja, nanti uangnya langsung cair.’ Tapi saya… saya tidak bisa baca. Saya cuma lulus SD, dan sudah lama tidak belajar lagi,” kata Sutaja.
Ia menegaskan bahwa ia tidak diminta membaca isi dokumen, tidak ada penjelasan hukum, tidak ada notaris, bahkan tidak ada saksi independen. Hanya dua orang yang mendampingi: satu mengaku staf DPRD, dan satu lagi mengenakan jaket hitam tanpa identitas.
“Saya dikasih bolpen, disuruh tulis nama saya. Saya tulis. Lalu disuruh cap jempol. Saya cap. Saya nggak tahu apa yang saya tandatangani. Yang penting mereka bilang, ‘Nanti ada uangnya.’”
Setelah proses itu selesai, Sutaja diberi uang tunai sebesar Rp240 juta dalam bentuk uang pecahan seratus ribu, dimasukkan ke dalam kantong plastik besar. Uang itu, katanya, langsung dibawa pulang oleh para pelaku. Ia sendiri dibiarkan di pinggir jalan, tanpa kendaraan, tanpa ponsel, dan tanpa penjelasan lebih lanjut.
Sertifikat Tanah Miliknya Hilang, Rumah dan Lahan Warisan Terancam
Yang lebih mengerikan, ternyata dokumen yang ditandatangani Sutaja adalah surat pelepasan hak atas tanah seluas 1.200 meter persegi — lahan warisan keluarganya sejak tahun 1970-an. Lahan itu, yang dulunya digunakan untuk bertani dan menjadi tempat tinggal anak-cucunya, kini telah terdaftar atas nama pihak ketiga, yang diduga merupakan kaki tangan Khanifudin.
“Tanah itu bukan cuma tanah. Itu jejak nenek moyang kami. Tempat saya menanam padi, tempat anak-anak saya main waktu kecil. Sekarang, semua hilang. Dan saya tidak bisa membela diri karena tidak tahu apa yang saya tanda tangani,” ungkap Sutaja dengan air mata yang tak kunjung kering.
Kepala Desa Ayah, Budi Santoso, mengonfirmasi bahwa Sutaja memang pemilik sah tanah tersebut. “Surat tanahnya sudah lama ada. Bahkan ada bukti warisan dari ayahnya. Tidak ada gugatan atau sengketa sama sekali sebelum kejadian ini.”
Siapa Khanifudin? Profil Politisi Kontroversial yang Kini Dicari
Khanifudin, yang kini berusia 64 tahun, adalah anggota DPRD Kabupaten Kebumen periode 2024–2029 yang berasal dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Ia lahir dan besar di Kebumen, memiliki latar belakang pendidikan di Universitas Siliwangi (Unsiq) Wonosobo, dan dikenal sebagai tokoh yang aktif di organisasi keagamaan lokal.
Namun, profil publiknya yang tampak “bersih” dan “sopan” kini runtuh seiring munculnya bukti-bukti baru. Warga di beberapa desa di Kebumen Selatan mengaku pernah melihat Khanifudin datang ke rumah Sutaja beberapa minggu sebelum kejadian, dengan membawa “tim administrasi” dan meminta izin untuk “melakukan verifikasi data kepemilikan tanah.”
“Saat itu saya kira itu prosedur normal. Ternyata itu awal dari rencana jahat,” kata salah seorang tetangga Sutaja yang enggan disebut namanya.
Dugaan Keterlibatan Jaringan Kriminal Berkedok Politik
Investigasi awal oleh LSM Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kebumen menunjukkan adanya indikasi jaringan terorganisasi. Tidak hanya Khanifudin, tapi juga beberapa staf administrasi, oknum aparat desa, dan bahkan seorang notaris palsu diduga terlibat dalam skema ini.
“Ini bukan kasus individu. Ini sistemik,” ujar Eko Prasetyo, Koordinator Komunitas Hukum Kebumen. “Khanifudin memanfaatkan posisinya sebagai anggota dewan untuk mengintimidasi, memanipulasi prosedur, dan memanfaatkan ketidaktahuan warga miskin. Ini bentuk kejahatan struktural.”
Bahkan, menurut catatan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kebumen, sertifikat tanah milik Sutaja sempat diajukan perubahan nama pada 12 Agustus 2025 — hanya dua minggu sebelum penculikan terjadi. Artinya, dokumen-dokumen palsu sudah siap sebelum aksi penculikan dilakukan.
Respons Resmi: DPRD Kebumen Masih Bungkam, Polisi Mulai Lakukan Panggilan
Hingga berita ini diturunkan, DPRD Kebumen belum memberikan pernyataan resmi. Ketua DPRD, Suryanto, mengaku belum menerima laporan formal. Namun, setelah viralnya video tersebut, Komisi III DPRD Kebumen mengumumkan akan membentuk tim investigasi internal.
Sementara itu, Polres Kebumen telah menerima laporan resmi dari Sutaja pada 17 September 2025. Kasus ini kini sedang ditangani oleh Unit Tipikor dan Ditreskrimum. Polisi telah meminta keterangan dari beberapa saksi, termasuk sopir mobil yang mengantar Sutaja pada malam kejadian.
“Kami sedang mengecek rekaman CCTV, data transfer uang, serta identitas para tersangka lain yang disebutkan oleh korban,” kata Kapolres Kebumen, AKBP Rizky Andika, dalam konferensi pers singkat.