Nisa Nur Hafizah, Bocah 4 Tahun yang Ditemukan Tewas dalam Karung: Tragedi yang Mengguncang Indonesia dan Mengingatkan Kita pada Pentingnya Perlindungan Anak

Nisa Nur Hafizah, Bocah 4 Tahun yang Ditemukan Tewas dalam Karung: Tragedi yang Mengguncang Indonesia dan Mengingatkan Kita pada Pentingnya Perlindungan Anak

Nisa-Instagram-

Nisa Nur Hafizah, Bocah 4 Tahun yang Ditemukan Tewas dalam Karung: Tragedi yang Mengguncang Indonesia dan Mengingatkan Kita pada Pentingnya Perlindungan Anak

Sebuah duka yang tak terbayangkan mengguncang desa kecil di ujung timur Indonesia. Nisa Nur Hafizah, bocah perempuan berusia empat tahun yang ceria, polos, dan penuh tawa, ditemukan tewas dalam kondisi mengenaskan—terbungkus rapat dalam karung goni yang kusam, tersembunyi di sudut rumah tetangga. Peristiwa ini bukan sekadar kasus kriminal biasa; ia adalah sebuah luka mendalam bagi masyarakat, sebuah peringatan keras tentang betapa rentannya anak-anak kita di tengah ketidakpedulian dan kegagalan sistem perlindungan.



Tragedi di Balik Dua Kata: “Hilang” dan “Ditemukan”
Kisah Nisa bermula pada hari Kamis, 11 September 2025, ketika keluarganya melaporkan bahwa putri kecil mereka tidak lagi ditemukan di rumah. Tak ada jejak, tak ada suara, hanya keheningan yang membelit hati ibunya, Siti Aminah (nama samaran), yang sehari-hari menyaksikan Nisa berlari-lari di halaman sambil membawa boneka kesayangannya. Warga desa Tolu Wonua, Kecamatan Mowila, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, awalnya mengira Nisa sekadar bermain di rumah teman atau tersesat di jalan setapak dekat sawah.

Namun, dua hari kemudian, pada Jumat, 13 September, sebuah kabar mengejutkan menyebar seperti api di semak kering: seorang warga menemukan karung besar berwarna cokelat tua di belakang rumah kosong milik tetangga keluarga Nisa. Saat karung itu dibuka, yang muncul bukanlah mainan atau pakaian bekas—tapi tubuh kecil Nisa, dingin, tanpa gerak, tanpa napas.

Detik-detik itu menjadi titik balik. Bukan hanya bagi keluarga Nisa, tapi bagi seluruh bangsa yang menyaksikan video dan foto-foto yang kemudian tersebar luas di media sosial.


Viral di Instagram, Berubah Menjadi Gelombang Duka Nasional
Pada 14 September 2025, akun Instagram @pembasmi.kehaluan.reall membagikan rekaman singkat dan foto-foto lokasi kejadian. Tanpa filter, tanpa sensasi, hanya fakta mentah: karung itu, tubuh kecil itu, wajah Nisa yang masih memancarkan ketenangan meski nyawanya telah pergi. Unggahan itu langsung viral. Dalam hitungan jam, ribuan komentar, share, dan doa membanjiri kolom komentar.

“Kalau saya ibunya, saya yang bakal bunuh dia. Udah gak mikir masuk penjara atau apapun itu,” tulis akun @gianaginadewi, mewakili rasa amarah yang sulit dikendalikan oleh jutaan orang.

“Cantik banget adeknya… surga tempatmu ya dek, aamiin ya Allah,” doa akun @maiannie_ yang disertai emoji bunga dan tangan bertaut.

“Ya Allah, lindungilah anak-anak kami dari kekejaman yang tak bisa dipahami akal,” imbuh @debbyagustavia, yang mungkin sedang memeluk anaknya erat-erat saat mengetik kalimat itu.

Tidak hanya di Instagram, unggahan itu merambat ke TikTok, Twitter (X), hingga grup-grup WhatsApp ibu-ibu di seluruh pelosok Nusantara. Tagar #JusticeForNisa dan #NisaNurHafizah menjadi trending nasional. Banyak netizen yang membagikan foto anak mereka sendiri dengan caption: “Ini anakku. Terima kasih Tuhan, dia masih aman.”

Pelaku Diamankan: Tetangga Sendiri yang Seharusnya Melindungi
Kepolisian Sektor Mowila, dibawah pimpinan AKBP Febry Sam, langsung merespons cepat. Dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pengungkapan visual, pelaku berhasil diamankan. Namanya AF (inisial), seorang laki-laki berusia 32 tahun yang tinggal persis di seberang rumah Nisa. Ia bukan orang asing—ia adalah tetangga yang sering berpapasan dengan Nisa, bahkan kadang memberinya permen atau mengajaknya bermain.

Tapi di balik senyum itu, ternyata menyimpan kegelapan yang tak terduga.

Menurut keterangan resmi Polsek Mowila, AF merupakan satu-satunya orang yang terakhir kali terlihat bersama Nisa sebelum ia menghilang. CCTV di depan rumah Nisa menunjukkan AF membawa tas besar dan karung goni keluar dari rumahnya pada malam hari, tepat sehari setelah Nisa dilaporkan hilang.

Barang bukti yang diamankan mencakup:

Karung goni tempat Nisa ditemukan
Koper yang berisi pakaian dan alat-alat pribadi AF
Bantal dan guling yang diduga digunakan untuk meredam jeritan korban
Sarung dan handuk bernoda darah
Ponsel pintar milik AF yang sedang dalam proses analisis digital forensik
Saat ini, AF ditahan di Mapolsek Mowila dengan tuduhan penculikan, kekerasan seksual, pembunuhan, dan penyembunyian mayat—tiga pasal sekaligus yang bisa menghukumnya dengan hukuman mati.

Autopsi Mengungkap Kekejaman yang Tak Bisa Dibicarakan
Nisa kini berada di RS Bhayangkara Kendari, menjalani otopsi forensik oleh tim medis ahli. Meskipun hasil lengkap belum dirilis secara resmi, sumber yang dekat dengan penyidik mengatakan bahwa ada tanda-tanda kekerasan fisik yang sangat brutal, termasuk luka memar di leher, dada, dan area genital—yang mengindikasikan adanya pelecehan seksual berulang.

“Ini bukan sekadar pembunuhan. Ini adalah pemusnahan kepolosan,” kata salah satu dokter forensik yang enggan disebut namanya.

Anak-anak seperti Nisa tidak punya suara. Mereka tidak bisa melawan. Mereka tidak bisa berlari jika yang mengancam adalah orang yang mereka anggap ‘aman’. Dan itulah yang membuat tragedi ini begitu memilukan: pelaku bukan orang asing yang datang dari luar, tapi seseorang yang hidup berdampingan, bahkan mungkin sering tersenyum kepada ibu Nisa saat berpapasan di jalan.

Masyarakat Bergerak: Dari Duka Menuju Aksi Nyata
Tragedi Nisa bukan hanya soal satu keluarga yang kehilangan anak. Ini adalah cerminan sistem yang gagal. Gagal melindungi anak-anak. Gagal mengawasi lingkungan sekitar. Gagal memberikan edukasi tentang kekerasan seksual terhadap anak, bahkan di daerah-daerah terpencil sekalipun.

Di desa-desa seperti Tolu Wonua, banyak orang masih menganggap kekerasan seksual sebagai “rahasia keluarga” yang tidak boleh dibicarakan. Orang tua sering mengatakan, “Jangan marah-marah, nanti dia takut.” Padahal, anak-anak butuh ruang aman untuk bicara—dan dewasa butuh keberanian untuk mendengar.

Kini, organisasi perlindungan anak seperti LBH Anak, Komnas PA, dan gerakan lokal seperti “Ayo Lindungi Anak Konawe” mulai turun ke lapangan. Mereka mengadakan sosialisasi keliling ke sekolah-sekolah dasar, posyandu, dan mushola, mengajarkan anak-anak tentang “badan pribadi”, “sentuhan yang tidak boleh”, dan “cara melapor jika merasa tak aman”.

Bahkan, sejumlah aktivis meminta agar pemerintah daerah segera membentuk satuan tugas perlindungan anak di tiap desa—dengan petugas khusus, hotline darurat, dan program pemantauan rutin terhadap rumah-rumah yang memiliki catatan kekerasan domestik.

Kita Semua Punya Peran
Ketika Anda membaca artikel ini, di suatu desa di Indonesia, ada seorang anak yang mungkin sedang takut untuk mengatakan apa yang terjadi padanya. Ada seorang ibu yang tidak tahu harus melapor ke mana. Ada seorang tetangga yang melihat sesuatu tapi memilih diam karena takut terlibat.

Nisa tidak bisa bicara lagi. Tapi kita masih bisa.

Baca juga: Profil Tampang Arti Bintang Alias Arti Wibowati, Konten Kreator Asal Jember Meninggal Dunia Akibat Kecelakaan Maut, Lengkap dari Umur, Agama dan Akun IG

TAG:
Sumber:

Berita Lainnya