TOP 35 Rating TV dan Sinetron dengan Acara Terpopuler Hari ini 14 September 2025 ada Asmara Gen Z Masuk 3 Besar

TOP 35 Rating TV dan Sinetron dengan Acara Terpopuler Hari ini 14 September 2025 ada Asmara Gen Z Masuk 3 Besar

Asmara gen z-Instagram-

TOP 35 Rating TV dan Sinetron dengan Acara Terpopuler Hari ini 14 September 2025 ada Asmara Gen Z Masuk 3 Besar

10 Rating TV dan Program Televisi Terbaik per 14 September 2025 yang Wajib Anda Tonton: Emosi, Persatuan, dan Kebanggaan Indonesia di Layar Kaca



Bulan ini, layar kaca Indonesia berubah menjadi panggung emosional yang tak hanya menghibur, tapi juga menggugah, menyadarkan, dan menyatukan. Dari deretan serial romantis yang membuat jutaan penonton menangis di depan TV hingga laga sepak bola yang membangkitkan semangat kebangsaan, program-program televisi terbaru tahun 2025 membuktikan bahwa sinema lokal tidak lagi sekadar pelengkap — ia adalah cermin jiwa bangsa.

Dengan produksi yang semakin matang, naskah yang penuh kedalaman, dan akting yang autentik, acara-acara televisi bulan ini bukan hanya merajai rating, tetapi juga menjadi bahan diskusi sosial di media sosial, kampus, rumah tangga, hingga ruang kerja. Berikut 10 program televisi terbaik bulan ini yang wajib Anda ikuti — dirangkum secara jurnalistik, SEO-optimized, dan dikembangkan dengan konteks budaya, psikologis, serta dampak sosial yang luas.

1. D’Academy 7 Top 22: Ketika Suara Menjadi Cerita Hidup yang Tak Terlupakan
Tidak seperti reality show lain yang lebih fokus pada performa teknis, D’Academy 7 hadir sebagai sebuah epik manusia yang bernyanyi. Di babak Top 22, para peserta tidak hanya membawakan lagu — mereka membuka jendela hati mereka kepada dunia.


Salah satu momen paling mengharukan datang dari Rizky, siswa SMA dari pedalaman Kalimantan Utara, yang tampil dengan versi akustik lagu “Kasih Ibu”. Dengan suara rapuh namun penuh kekuatan, ia menceritakan bagaimana ibunya bekerja sebagai penjual kelapa sawit demi biaya sekolahnya. Video tersebut langsung viral di TikTok, meraih lebih dari 8,2 juta views dalam 48 jam, dan menjadi trending nasional selama seminggu.

Fenomena ini bukan kebetulan. D’Academy telah bertahan selama tujuh musim bukan karena formatnya yang klasik, melainkan karena ia memilih untuk melihat manusia, bukan hanya bakat. Setiap penampilan adalah potret perjuangan: anak yatim piatu yang mencari pengakuan, penyandang disabilitas yang mengejar mimpi, atau remaja dari desa terpencil yang percaya bahwa suaranya bisa didengar.

Di era algoritma yang mengutamakan cepat dan dangkal, D’Academy 7 adalah oase ketulusan. Dan itulah mengapa ia tetap menjadi program reality show terlama yang masih hidup — karena ia tidak mencari juara. Ia mencari suara.

2. Merangkai Kisah Indah: Drama Keluarga yang Mengubah Cara Kita Memahami Cinta
Jika Anda pernah merasa bahwa drama keluarga Indonesia terlalu klise, maka Merangkai Kisah Indah akan mengubah pandangan Anda selamanya.

Diproduksi oleh SinemArt dan dibintangi oleh Nirina Zubir sebagai Ibu Lina, serial ini mengisahkan perjalanan seorang ibu tunggal yang membesarkan tiga anak setelah ditinggal suaminya dalam kecelakaan lalu lintas. Namun, ini bukan sekadar kisah duka — ini adalah puisi visual tentang ketahanan, keheningan, dan cinta tanpa syarat.

Setiap adegan dirancang seperti lukisan hidup: makan malam tanpa suara, hanya bunyi sendok yang berdentang dan hujan yang mengetuk jendela; anak sulung yang diam-diam menyimpan surat ayahnya di bawah bantal; sang ibu yang tidur di lantai karena tidak mampu membayar listrik, tapi tetap menyalakan lampu agar anak-anaknya bisa belajar.

Serial ini berhasil menyentuh isu-isu sensitif yang jarang diangkat: trauma masa kecil akibat kehilangan orang tua, stigma terhadap ibu tunggal, dan tekanan sosial yang membuat perempuan harus “kuat” meski hatinya hancur.

Menurut survei Nielsen Media Research, episode ke-12 menjadi yang paling banyak ditonton sepanjang tahun 2025, dengan 12,3 juta penonton langsung dan 8,9 juta streaming ulang. Bahkan, komunitas parenting di Instagram mulai membuat tagar #MerangkaiKisahIndah untuk berbagi cerita mereka sendiri.

Ini adalah bukti bahwa drama Indonesia tidak perlu meniru Korea atau Hollywood. Yang dibutuhkan hanyalah keberanian untuk bercerita dari hati — dan Merangkai Kisah Indah melakukannya dengan sempurna.

3. Asmara Gen Z: Cinta di Era Digital, di Balik Emoji dan Kesunyian WhatsApp
Bagi generasi Z, cinta bukan lagi soal bunga dan surat cinta. Ia adalah DM yang tidak dibalas, video call yang diputus mendadak, dan janji temu yang selalu gagal karena “lagi sibuk”.

Asmara Gen Z, yang tayang di SCTV, adalah refleksi nyata dari realitas hubungan modern. Dibintangi oleh Rezky Aditya sebagai Raka, seorang desainer grafis yang jatuh cinta pada Mia, gadis pemilik kafe langganannya, serial ini menggambarkan bagaimana teknologi justru membuat kita semakin jauh — meski saling terhubung.

Namun, di balik gaya visual yang futuristik dan dialog yang santai ala anak muda, ada pesan filosofis yang sangat dalam: Cinta butuh kehadiran, bukan hanya keberadaan.

Adegan paling ikonik terjadi di episode ke-9, ketika Raka memposting video breakup via TikTok Live — tanpa kata-kata, hanya ekspresi wajahnya yang hancur. Viral dalam hitungan jam. Ribuan netizen berkomentar: “Ini aku kemarin.”

Serial ini bahkan menjadi bahan riset di beberapa universitas, termasuk Universitas Indonesia, yang menggunakannya sebagai studi kasus tentang digital intimacy. Di akhir season, Raka memilih mundur dari pekerjaan di Singapura demi kembali ke Jakarta — bukan karena cinta, tapi karena ia sadar: cinta yang sejati tidak bisa diwakili oleh emoji ❤️.

4. Cinta Sedalam Rindu: Ketika Rindu Bisa Diraba, Dipejamkan, dan Didengar
Jika Anda pernah merindukan seseorang tanpa bisa mengucapkannya — maka Cinta Sedalam Rindu adalah film tanpa kata yang Anda cari.

Drama ini mengisahkan pertemuan kembali antara Dr. Arman (diperankan oleh Fedi Nuril), seorang dokter spesialis jiwa, dan Siska (diperankan oleh Ayu Ting Ting dalam peran dramatis pertamanya), seorang penyair yang menghilang selama 10 tahun setelah kematian ayahnya.

Tanpa dialog panjang, mereka saling memahami lewat tatapan, surat yang tak pernah dikirim, dan lagu-lagu lama yang diputar di radio tua milik Siska. Sutradara, Riri Riza, menggunakan pendekatan arthouse ala Ingmar Bergman: warna dingin, cahaya redup, dan soundtrack orkestra minimalis yang membuat rindu terasa nyata — seperti aroma kopi pagi yang masih tersisa di cangkir.

Serial ini memenangkan penghargaan “Drama Paling Menyentuh” di Festival Film Indonesia 2025 versi penonton. Lebih dari itu, banyak pasangan suami istri yang mulai menulis surat tangan lagi. Toko-toko kertas dan tinta di Yogyakarta melaporkan peningkatan penjualan hingga 200%.

Inilah keajaiban sineas Indonesia: mampu menjadikan sesuatu yang abstrak — rindu — menjadi sesuatu yang bisa dirasakan, dipegang, dan diingat.

5. Cinta Di Bawah Tangan: Ketika Cinta Lahir dari Rasa Bersalah dan Kenangan
Berbeda dari drama romantis konvensional, Cinta Di Bawah Tangan menantang norma moral dengan keberanian yang jarang ditemui di televisi Indonesia.

Dibintangi oleh Chelsea Islan sebagai Ibu Maya, seorang guru SMA yang diam-diam mencintai muridnya, Andika — putra dari mantan pacarnya yang meninggal dalam kebakaran lima tahun lalu. Konflik utamanya bukan soal tabu, tapi soal motivasi: apakah cinta yang ia rasakan murni, atau hanya bentuk pengganti, penyesalan, dan tanggung jawab?

Adegan paling ikonik terjadi saat Maya menulis surat cinta di halaman terakhir buku catatan Andika, lalu menyembunyikannya di rak buku kelas. Andika menemukannya dua minggu kemudian — tapi tidak membacanya. Ia hanya menatapnya, lalu meletakkannya kembali.

Serial ini menjadi bahan diskusi hangat di forum parenting, kampus, hingga majelis agama. Apakah cinta bisa lahir dari rasa bersalah? Bolehkah kita mencintai seseorang karena ia mengingatkan kita pada orang yang hilang?

Penulis skenario, Rima Melati, mengatakan: “Kita tidak menghakimi. Kita hanya menunjukkan bahwa hati manusia tidak pernah sejernih teks undang-undang.”

Dan itu yang membuatnya begitu kuat.

6. Arisan: Gossip sebagai Seni Budaya, dan Perempuan sebagai Penjaga Moral Komunitas
Siapa bilang arisan cuma soal kue bolu dan kopi susu? Di Arisan, acara tradisional ini diangkat menjadi komedi situasi yang cerdas, tajam, dan penuh makna sosial.

Setiap minggu, sekelompok ibu-ibu dari berbagai latar belakang — ibu rumah tangga, pedagang warung, influencer, hingga pensiunan guru — berkumpul di rumah salah satu anggota. Mereka membahas hal-hal kecil: siapa yang pacaran sama guru les, siapa yang curang BPJS, siapa yang ngutang uang arisan tapi pura-pura lupa.

Namun, di balik gosip itu, ada sistem pengawasan sosial yang sangat kuat. Di tengah ketidaksetaraan gender dan minimnya ruang partisipasi perempuan, arisan menjadi satu-satunya forum di mana mereka bisa bicara, mengecam, dan mempertahankan nilai-nilai komunitas.

Dengan dialog yang natural, akting yang tidak dipaksakan, dan humor yang tidak vulgar, Arisan menjadi serial paling dicari di platform streaming. Bahkan, komunitas arisan nyata di Bandung dan Surabaya mulai menontonnya bareng-bareng sambil minum kopi, lalu berdiskusi: “Kira-kira kalau kita kayak di serial itu, apa yang bakal kita omongin?”

Ini bukan hanya hiburan. Ini adalah dokumenter budaya yang lucu, tapi menusuk.

7. Terbelenggu Rindu: Ketika Cinta Jadi Penjara, dan Ingatan Jadi Pengkhianat
Sebuah thriller psikologis yang menggabungkan romance, misteri, dan kegelapan mental. Terbelenggu Rindu adalah drama yang membuat Anda tidak bisa tidur — dan tidak ingin tidur.

Laudya Cynthia Bella berperan sebagai Nisa, seorang wanita muda yang mengalami amnesia setelah kecelakaan mobil. Saat sadar, ia ingat bahwa ia mencintai seorang pria bernama Rio. Tapi semua orang — keluarganya, polisi, bahkan dokter — mengatakan bahwa Rio adalah penjahat yang pernah menyerang keluarganya, menyebabkan kematian adiknya.

Apakah cintanya nyata? Atau otaknya sedang membangun ilusi sebagai mekanisme pertahanan?

Setiap episode berakhir dengan twist yang memecah otak. Episode ke-7, di mana Nisa menemukan foto dirinya dan Rio di kamar hotel yang ternyata tidak pernah ada, menjadi viral di Twitter dengan lebih dari 500 ribu tweet dalam 24 jam.

Produksi visualnya cinematic, dengan lighting gelap, warna monokrom, dan soundtrack yang mengguncang saraf — seperti suara detak jantung yang semakin cepat. Serial ini bukan soal cinta. Ini soal identitas. Soal trauma. Soal keberanian untuk mencintai, meskipun dunia bilang: “Jangan.”

8. BRI SL: Semen Padang vs PSBS — Gol yang Menyatukan Ujung Negeri
Bagi pecinta sepak bola, laga antara Semen Padang dan PSBS Biak bukan sekadar pertandingan Liga 2. Ini adalah simbol persatuan Indonesia.

Semen Padang, tim dari Sumatera Barat, bertemu PSBS Biak, tim dari Papua — dua ujung geografis negara yang sering dipisahkan oleh stereotip dan jarak. Stadion Haji Agus Salim penuh sesak: 50 ribu penonton hadir, dengan atribut warna-warni, drum tradisional, dan banner bertuliskan “Kita Satu Negeri.”

Gol cepat di menit ke-3 oleh Faisal membuat stadion bergoyang. Tapi balasan spektakuler dari Yosua Tandiono, pemain muda asli Biak yang tendangan bebasnya seperti peluru, membuat semua perbedaan sejenak lenyap.

Pertandingan berakhir 2-2. Tapi yang lebih penting: di menit terakhir, kedua kapten tim saling berpelukan di tengah lapangan — tanpa kata, tanpa protokol, hanya kehangatan.

Video “Pelukan di Lapangan” menjadi konten paling viral di YouTube Shorts, dengan 12,7 juta tayangan dalam seminggu. Presiden Jokowi bahkan mengunggahnya di akun resmi dengan caption: “Ini lah Indonesia yang sesungguhnya.”

Sepak bola bukan hanya olahraga. Di sini, ia menjadi bahasa universal yang lebih kuat daripada pidato politik.

9. Mencintaimu Sekali Lagi: Cinta yang Tak Pernah Benar-Benar Mati, Hanya Tertunda
Ada cinta yang tidak mati. Hanya tertunda.

Mencintaimu Sekali Lagi adalah kisah cinta yang berputar ulang — seperti album vinyl lama yang diputar kembali di hari hujan. Dibintangi oleh Nicholas Saputra dan Laudya Cynthia Bella, serial ini mengisahkan pasangan yang putus karena kesalahpahaman 15 tahun lalu, lalu bertemu lagi di bandara.

Dia sekarang CEO startup yang sukses. Dia adalah fotografer jalanan yang hidup sederhana. Mereka tidak saling menyapa. Tapi mata mereka bicara lebih keras dari kata-kata.

Dengan teknik narasi non-linear yang brilian, waktu bergerak maju-mundur: kenangan masa kuliah, ciuman pertama di pantai, pertengkaran karena dia tidak menjawab telepon, dan akhirnya — kepergiannya tanpa pamit.

Episode terakhir adalah klimaks emosional: ia menulis surat yang sama seperti 15 tahun lalu. Tapi kali ini, ia menyerahkannya langsung. Tanpa kata. Hanya senyum kecil. Dan itu cukup.

Baca juga: Jadwal Program Televisi Minggu, 14 September 2025 Ada Film Bioskop The Ice Road dan Black Water: Abyss di Metro TV, SCTV, TVONE, NET TV, Indosiar, TRANS 7, TRANS TV dan RCTI serta Link Nonton

TAG:
Sumber:

Berita Lainnya