Khariq Anhar Anak Siapa? Inilah Sosok Mahasiswa UNRI Ditahan Usai Dituduh Provokasi Demo Buruh, Bukan Orang Sembarangan?

Khariq Anhar Anak Siapa? Inilah Sosok Mahasiswa UNRI Ditahan Usai Dituduh Provokasi Demo Buruh, Bukan Orang Sembarangan?

Khariq-Instagram-

Khariq Anhar Anak Siapa? Inilah Sosok Mahasiswa UNRI Ditahan Usai Dituduh Provokasi Demo Buruh, Bukan Orang Sembarangan?
Sebuah kisah menyentuh datang dari balik jeruji besi. Khariq Anhar, mahasiswa Universitas Negeri Riau (UNRI), kini harus menjalani hari-harinya di ruang tahanan Polda Metro Jaya setelah ditangkap pada Jumat, 29 Agustus 2025. Penangkapan ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga, teman-teman, dan aktivis kampus yang mengenalnya sebagai sosok muda yang vokal menyuarakan keadilan.

Khariq ditangkap di Bandara Internasional Soekarno-Hatta saat hendak pulang ke Pekanbaru, Riau, usai mengikuti rangkaian aksi unjuk rasa buruh pada Kamis, 28 Agustus 2025. Ia kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana provokasi melalui media sosial yang dianggap memicu kerusuhan dalam aksi demonstrasi tersebut. Polisi menyebut bahwa unggahan Khariq di platform digital turut memengaruhi partisipasi mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya dalam aksi massa yang berujung pada kericuhan.



Akibat dugaan tersebut, Khariq kini terancam pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang selama ini kerap menjadi sorotan karena potensi penyalahgunaannya terhadap kebebasan berekspresi. Penahanan ini memicu gelombang solidaritas dari kalangan mahasiswa, pegiat HAM, serta organisasi kemasyarakatan yang menilai penangkapan Khariq berlebihan dan berpotensi menghambat ruang demokrasi.

Surat Haru dari Balik Jeruji
Dalam kondisi terbatas di ruang tahanan, Khariq menuliskan sebuah surat haru yang ditujukan khusus untuk orang tuanya di kampung halaman. Surat yang berisi perasaan rindu, permohonan maaf, dan tekad kuat itu kemudian dibagikan oleh akun Twitter @senjatanuklir pada Senin, 1 September 2025, dan langsung viral di media sosial.

Dalam surat tersebut, Khariq membuka dengan kata-kata penuh kasih:
"Untuk Bapak, Ibu, dan saudara-saudaraku di rumah, maafkan Khariq karena harus membuat kalian khawatir. Maaf karena aku ditangkap dan harus ditahan. Tapi jangan takut, insya Allah aku baik-baik saja di sini."


Surat itu ditulis dengan gaya bahasa yang sederhana namun penuh emosi. Khariq mencoba menenangkan keluarganya dengan mengatakan bahwa ia diperlakukan secara manusiawi selama berada di tahanan. Ia bahkan menyampaikan kerinduannya terhadap suasana rumah, terutama masakan ibu yang selama ini menjadi penghibur di tengah kesibukan kuliah.

Permohonan Maaf dan Janji Tak Akan Menyerah
Khariq juga menyampaikan penyesalan mendalam karena tidak bisa menyelesaikan studinya sesuai rencana.
"Untuk Bapak, Khariq minta maaf karena studiku makin lama selesai. Semoga masih diberi kesempatan untuk menyelesaikannya," tulisnya, menunjukkan beban batin yang dirasakannya sebagai anak yang tidak ingin mengecewakan orang tua.

Namun, di tengah rasa rindu dan penyesalan, Khariq justru menunjukkan keteguhan hati yang luar biasa. Ia menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah atas apa yang dituduhkan kepadanya.
"Khariq nggak salah, Pak. Memang negara nggak siap sama warganya yang terlalu jujur," tulisnya dengan nada yang penuh sindiran halus terhadap sistem yang menurutnya belum siap menerima kritik konstruktif.

Yang paling menyentuh adalah janji Khariq untuk tidak menyerah.
"Aku janji nggak akan kalah. Pasti menang melawan negara yang sewenang-wenang. Jangan lupa ibadah dan jangan sakit selama aku ditahan," ujarnya menutup surat dengan doa dan semangat juang yang tak padam.

Gelombang Solidaritas Mengalir
Surat Khariq segera memicu gelombang solidaritas di berbagai penjuru Indonesia. Banyak mahasiswa dari kampus-kampus besar seperti UI, UGM, ITB, dan Universitas Andalas menyuarakan dukungan melalui poster, aksi simpatik, dan kampanye daring dengan tagar #BebaskanKhariq dan #SuaraMahasiswaTidakBolehDibungkam.

Beberapa pegiat HAM juga turut angkat bicara. Mereka menilai bahwa penangkapan Khariq berpotensi menjadi preseden buruk bagi kebebasan berpendapat, terutama di tengah maraknya aksi-aksi sosial yang dilakukan oleh generasi muda. "Ini bukan soal satu orang ditahan, tapi soal bagaimana negara merespons kritik. Jika kritik dianggap provokasi, maka demokrasi kita sedang sakit," ujar Naura Siregar, Koordinator Advokasi Lembaga Pemantau HAM Keadilan Nusantara.

Kritik terhadap Penerapan UU ITE
Kasus Khariq kembali membuka wacana publik tentang perlunya revisi terhadap UU ITE. Banyak pihak menilai bahwa pasal-pasal dalam undang-undang ini kerap digunakan secara selektif untuk membungkam suara kritis, terutama dari kelompok mahasiswa, jurnalis, dan aktivis.

"UU ITE harusnya melindungi masyarakat dari penyalahgunaan teknologi, bukan menjadi alat untuk membungkam kebenaran," tegas Dosen Hukum Pidana dari Universitas Indonesia, Dr. Reza Aditya, dalam keterangan tertulisnya.

Ia menambahkan bahwa unggahan di media sosial yang tidak mengandung hasutan kekerasan atau ujaran kebencian seharusnya tidak bisa dikriminalisasi. "Jika setiap kritik dianggap provokatif, maka kita sedang membangun masyarakat yang takut berpikir," tandasnya.

Baca juga: Profil Tampang Melchias Marcus Anggota DPR RI yang Digeruduk Diaspora di Australia, Lengkap: Umur, Agama dan Akun IG

TAG:
Sumber:

Berita Lainnya