Tragedi di Tanah Rencong: Empat Kampung di Aceh Lenyap, Gubernur Muzakir Manaf Menangis Sebut Ini “Tsunami Kedua”
Muzakir-Instagram-
Tragedi di Tanah Rencong: Empat Kampung di Aceh Lenyap, Gubernur Muzakir Manaf Menangis Sebut Ini “Tsunami Kedua”
Duka mendalam menyelimuti Tanah Rencong setelah bencana alam berupa banjir bandang dan tanah longsor menerjang sejumlah wilayah di provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Namun, yang paling mengguncang hati publik adalah laporan mengenai lenyapnya empat kampung di Aceh — seolah ditelan bumi dalam sekejap. Informasi ini disampaikan langsung oleh Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, yang tak kuasa menahan air mata saat mengungkapkan fakta mengerikan tersebut.
Dalam sebuah video yang viral di media sosial pada 1 Desember 2025, Muzakir Manaf terlihat terisak-isak saat menyampaikan berita duka itu. “Ada beberapa kampung, hilang entah ke mana, bah. Yaitu Sawang, Jambuai, Bireun, dan Peusangan,” ujarnya dengan suara bergetar.
Kabar hilangnya empat desa tersebut bukan sekadar metafora. Menurut laporan darurat yang terus diperbarui oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh, wilayah-wilayah tersebut mengalami kerusakan ekstrem akibat longsor masif yang terjadi pada malam hari. Akses jalan putus total, jaringan komunikasi mati, dan sisa reruntuhan hampir tak terlihat — seakan kampung-kampung itu lenyap dari peta.
“Ini Tsunami Kedua bagi Aceh”
Lebih jauh, Muzakir Manaf menyebut peristiwa ini sebagai “tsunami kedua” bagi Aceh — merujuk pada tragedi gempa dan tsunami dahsyat tahun 2004 yang menewaskan lebih dari 170.000 jiwa di provinsi tersebut. “Malam itu, empat kampung juga tak tahu entah ke mana. Jadi, Aceh sekarang tsunami kedua. Bahkan, mungkin lebih dahsyat dari tsunami dulu,” katanya dengan nada pilu.
Pernyataan itu bukan tanpa dasar. Data awal menunjukkan bahwa bencana kali ini terjadi dalam skala yang sangat tidak biasa: curah hujan ekstrem dalam waktu singkat, diikuti oleh longsor besar-besaran yang mengubur permukiman di lereng-lereng pegunungan. Kondisi geografis Aceh yang berbukit dan rawan longsor memang membuat wilayah ini rentan, tetapi intensitas bencana kali ini jauh melampaui prediksi.
Respons Publik: Duka, Doa, dan Refleksi Lingkungan
Video Gubernur Muzakir Manaf yang menangis tulus di depan kamera memicu gelombang empati luas di jagat maya. Di platform Threads, unggahan akun @nafisaalhabsyi yang membagikan video tersebut telah dikomentari ribuan warganet.
“Ya Allah, kalau hilang desanya, hilang pula semua warganya. Ya Allah, husnul khotimah untuk mereka. Al Fatihah. Tegakkan keadilan untuk penguasa dan para perusak hutan-Mu, Ya Allah,” tulis akun @Rachmania_candra, mencerminkan kepedihan sekaligus keprihatinan moral yang mendalam.
Akun @aniretnaningrum menulis, “Turut berduka dan berdoa untuk para korban. Pak Gubernur, menangis dan merintih sekali melihat dan mendengar pidato Pak Gubernur.” Sementara itu, komentar dari @donald4464alf mengarah pada refleksi lingkungan: “Aku iseng buka Google Maps daerah Bireuen ke Takengon. Ternyata terlihat banyak area yang dulu hutan, sekarang sudah jadi kebun sawit. Mungkin bencana ini merupakan ‘balas dendam’ alam pada manusia karena telah merusak hutan dan habitat di dalamnya.”
Kerusakan Ekosistem: Akar dari Bencana?
Pernyataan terakhir tersebut menyentuh isu krusial yang selama ini sering diabaikan: deforestasi dan alih fungsi lahan. Sejumlah pakar lingkungan menyoroti bahwa ekspansi perkebunan kelapa sawit, pertambangan, dan pembangunan infrastruktur di kawasan hulu telah mengikis daya serap tanah dan menghilangkan penyangga alami terhadap erosi.
“Hutan bukan sekadar pohon. Ia adalah sistem hidrologi, penyangga tanah, dan rumah bagi keanekaragaman hayati. Ketika hutan digunduli tanpa kontrol, maka bencana seperti ini menjadi konsekuensi yang tak terhindarkan,” ujar Dr. Farid Rasyid, pakar lingkungan dari Universitas Syiah Kuala, dalam wawancara terpisah.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa luas tutupan hutan di Aceh menurun signifikan dalam satu dekade terakhir. Di daerah seperti Bener Meriah, Aceh Tengah, dan Bireuen — wilayah yang terdampak parah — konversi hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan menjadi tren yang mengkhawatirkan.
Upaya Tanggap Darurat dan Solidaritas Nasional
Sementara itu, pemerintah pusat dan daerah telah mengaktifkan status tanggap darurat. Tim SAR gabungan, personel TNI/Polri, relawan, dan lembaga kemanusiaan seperti PMI dan ACT dikerahkan ke lokasi terisolir. Namun, tantangan logistik dan cuaca buruk masih menjadi penghambat utama.