Khutbah Jumat 5 Desember 2025: Menyikapi Musibah dengan Iman, Sabar, dan Tawakal – Jalan Terang Seorang Mukmin di Tengah Ujian Hidup
masjid-mostafa_meraji/pixabay-
Khutbah Jumat 5 Desember 2025: Menyikapi Musibah dengan Iman, Sabar, dan Tawakal – Jalan Terang Seorang Mukmin di Tengah Ujian Hidup
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Hadirin jamaah Jumat yang dirahmati oleh Allah SWT,
Pada pagi yang penuh berkah ini, kita berkumpul di rumah-Nya, bersimpuh dalam kekhusyukan, menghadap Sang Pencipta yang Maha Penyayang. Di hari Jumat yang mulia—hari yang diistimewakan oleh Rasulullah SAW—kita diberi kesempatan emas untuk memperbarui iman, membersihkan jiwa, dan menyelaraskan hati dengan kehendak Ilahi.
Marilah kita panjatkan puji syukur tak terhingga kepada Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak nikmat kepada kita, baik yang kita sadari maupun yang luput dari perhatian kita. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah An-Nahl ayat 18:
"وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ"
"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Di antara segala nikmat itu, dua anugerah utama yang sering kita abaikan adalah iman dan kesehatan. Dengan keduanya, kita mampu berdiri tegak di sini, melaksanakan ibadah shalat Jumat secara berjamaah—sebuah keistimewaan yang tidak semua orang dapat rasakan.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, panutan terbaik umat manusia, yang telah membawa cahaya Islam ke seluruh penjuru dunia, beserta keluarganya, para sahabatnya, dan siapa pun yang mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.
Musibah: Sunnatullah yang Tak Bisa Dihindari
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Tak ada seorang pun di muka bumi ini yang luput dari ujian. Kaya atau miskin, muda atau tua, beriman atau tidak—semua pasti merasakan cobaan dalam berbagai bentuk. Hal ini bukanlah kebetulan, melainkan sunnatullah, ketetapan Ilahi yang berlaku sejak zaman Nabi Adam hingga hari kiamat.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 155:
"وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ"
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar."
Ayat ini bukan hanya mengingatkan, tetapi juga menjanjikan kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyikapi musibah dengan kesabaran dan ketundukan kepada Allah.
Musibah Bukan Sekadar Bencana—Tapi Juga Pintu Rahmat
Menariknya, dalam pandangan Islam, kata “musibah” tidak selalu bernilai negatif. Secara linguistik, “musibah” berasal dari kata aṣāba, yang artinya “menimpa”. Maka, segala sesuatu yang menimpa manusia—baik itu berupa kesusahan maupun kebahagiaan—disebut musibah.
Allah SWT berfirman dalam Surah At-Taubah ayat 51:
"قُل لَّن يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا ۚ هُوَ مَوْلَانَا ۖ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ"
"Katakanlah: ‘Tidak akan menimpa kami kecuali apa yang telah Allah tetapkan bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah-lah orang-orang yang beriman harus bertawakal.’"
Perhatikan penggunaan kata “لَنَا” (bagi kami)—bukan “عَلَيْنَا” (atas kami). Ini adalah isyarat bahwa setiap ujian yang Allah tetapkan bagi hamba-Nya mengandung hikmah, kebaikan, dan peluang pengampunan.
Rasulullah SAW pun menegaskan dalam hadis riwayat Bukhari:
"مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلَا وَصَبٍ وَلَا هَمٍّ وَلَا حُزْنٍ وَلَا أَذًى وَلَا غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ"
"Tidaklah seorang muslim tertimpa kelelahan, penyakit, kekhawatiran, kesedihan, gangguan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan Allah menghapus dosa-dosanya karenanya."
Bayangkan: setiap rasa sakit kecil yang kita rasakan bisa menjadi kafarat (penebus dosa). Inilah pandangan optimis Islam terhadap ujian—bukan sebagai hukuman, tetapi sebagai pembersihan jiwa dan peningkatan derajat di sisi Allah.
Namun, Musibah Juga Bisa Jadi Teguran Ilahi
Meski demikian, kita juga tidak boleh menutup mata terhadap fakta bahwa beberapa musibah adalah akibat langsung dari perbuatan manusia sendiri. Allah SWT berfirman dalam Surah Ar-Rum ayat 41:
"ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ"
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian akibat perbuatan mereka, supaya mereka kembali (ke jalan yang benar)."
Banjir akibat penebangan hutan liar, polusi udara dari emisi kendaraan tak terkendali, sampah plastik yang mencemari laut—semua ini adalah buah dari kelalaian kita sebagai khalifah di muka bumi. Kita lupa bahwa bumi bukan warisan dari nenek moyang, tapi amanah untuk generasi mendatang.
Namun, betapa luasnya rahmat Allah! Meski kita layak dihukum, Dia justru memaafkan sebagian besar kesalahan kita, sebagaimana disebutkan dalam Surah Asy-Syura ayat 30:
"وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ"
"Dan apa saja musibah yang menimpa kalian adalah disebabkan oleh perbuatan tangan kalian sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)."
Respon Ideal Seorang Mukmin: Sabar, Shalat, dan Tawakal
Lantas, bagaimana seharusnya seorang muslim menyikapi musibah?
Pertama, ucapkanlah dengan penuh keyakinan:
"إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ"
"Sesungguhnya kami milik Allah, dan kepada-Nya kami kembali."
(QS. Al-Baqarah: 156)
Ini bukan sekadar ucapan lisan, tapi pengakuan batin bahwa segala sesuatu berada dalam genggaman-Nya.
Kedua, jadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Allah berfirman:
"يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ"
"Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."
(QS. Al-Baqarah: 153)
Sabar dalam Islam bukan berarti pasif atau menyerah. Sabar yang sejati adalah sabar yang aktif:
Sakit? Cari pengobatan terbaik.
Bangkrut? Bangkit kembali dengan usaha halal.
Dikhianati? Maafkan, tapi jaga batas.
Inilah sabar yang diiringi ikhtiar, bukan menunggu nasib sambil berpangku tangan.
Dan pahala bagi mereka yang sabar? Tak terhitung. Allah berjanji dalam Surah Az-Zumar ayat 10:
"إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ"
"Sesungguhnya orang-orang yang sabar akan diganjar pahala tanpa batas."
Hindari Satu Kesalahan Fatal: Berkata “Seandainya…”
Hadirin yang budiman,
Ada satu sikap yang dilarang keras oleh Rasulullah SAW saat tertimpa musibah: berkata “seandainya” (law).
Dalam hadis riwayat Muslim, beliau bersabda:
"وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلَا تَقُلْ: لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ: قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ"
"Jika engkau tertimpa musibah, janganlah berkata: ‘Seandainya aku lakukan ini, pasti jadi begitu…’ Tapi katakanlah: ‘Ini takdir Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena kata ‘seandainya’ membuka pintu godaan setan."
Mengapa? Karena penyesalan yang berlebihan bisa mengikis iman, menimbulkan keraguan terhadap keadilan Allah, dan menjauhkan kita dari tawakal.
Penutup: Jadikan Musibah Sebagai Tangga Menuju Surga
Saudara-saudaraku seiman,
Musibah bukan akhir dari segalanya. Ia adalah cerminan cinta Allah kepada hamba-Nya yang Dia pilih untuk diuji—karena Dia tahu kita mampu. Ia adalah latihan spiritual untuk memperkuat iman, melatih syukur, dan mengasah ketundukan.